Sunday, April 29, 2012

Steak Hotel by Holycow




Sebuah tempat makan populer yang tidak punya nomor telepon. Aneh? Ternyata tidak bagi sebuah warung dengan nama yang juga aneh. Nama resminya adalah Steak Hotel by Holycow. Di mana hotelnya? Tidak ada juga! Lho, gimana, sih?


Penamaan Steak Hotel semata-mata karena pemiliknya ingin menampilkan steak dalam kualitas penyajian seperti yang umumnya dapat diperoleh di hotel-hotel berbintang. Sajian utama Holycow yang membuatnya kondang adalah wagyu (wa = Jepang, gyu = sapi) yang terkenal karena super-lembut dan super-empuk.

Tempat ini baru buka pukul 18.30. Tetapi, para pelanggannya sudah berdatangan sejak senja untuk mendapat tempat duduk atau nomor antrean. Suatu malam, ketika tiba di sana pukul 19, mereka masih menunggu di antrean sudah mencapai nomor 40-an. Sekitar 30 tamu dari batch pertama sedang "sibuk" menikmati sajian daging bakar yang sungguh menggoyang lidah.

Agak sulit menilai steak sajian Holycow ini secara objektif. Pertama, kita harus sepenuhnya menyadari bahwa "apel" tidak boleh dibandingkan dengan "jeruk". Dengan prinsip ini, wagyu steak seharga Rp 95 ribu di Holycow (ribeye, 200 gram) tidak boleh disejajarkan dengan wagyu steak di restoran papan atas yang dibandrol Rp 500 ribu. Kedua, perlu juga ada apresiasi terhadap usaha menampilkan makanan berkualitas dengan harga terjangkau. Artinya, upaya Holycow untuk menghadirkan wagyu steak kepada masyarakat kalangan menengah sudah pasti akan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kuliner bermutu. 





Menurut saya, dari sisi kesan pertama ketika menggigit wagyu steak Holycow, pastilah akan muncul kejutan langsung: mak nyuss! Dagingnya sungguh empuk dan lembut. Tingkat kematangannya juga bagus. Artinya, wagyu steak medium yang saya pesan, benar-benar hadir dengan kematangan medium. Diperlukan keahlian untuk menghadirkan kualitas konsisten seperti ini. Di sisi lain, agaknya kita pun perlu lebih mendidik sendiri untuk mengetahui standar kematangan mulai dari medium-rare, medium, medium-well, dan well-done.

Setelah gigitan pertama yang memberi kejutan menyenangkan, pada gigitan kedua, mau tak mau saya mulai menyadari bahwa dagingnya terlalu banyak dibubuhi garam ketika dibakar. Saya selalu menyukai steak yang dibakar tanpa garam sama sekali. Biarlah tamu membubuhi garam dan lada sesuai kesukaannya. 

Saus barbeque-nya harus diacungi jempol. Tetapi, sayangnya, saus jamurnya agak mengecewakan. Warna maupun citarasanya tidak mengikuti standar mushroom sauce yang baik. 


Selain wagyu steak, bagi mereka yang lebih menyukai "the real steak", bisa memesan New Zealand ribeye (Rp 47 ribu), Australian sirloin (Rp 45 ribu), atau Australian tenderloin (Rp 55 ribu). Dengan harga yang hanya setengah dari wagyu ribeye, New Zealand ribeye di Holycow sungguh value for money.

Apakah saya akan singgah lagi ke Steak Hotel? So pasti! Tetapi, berbekal pengalaman pertama ke sana, sudah barang tentu saya akan secara khusus minta agar steak-nya tidak dibubuhi garam, dan pasti pula saya akan minta saus barbeque atau mencoba blackpepper sauce-nya – kecuali sudah ada perbaikan pada saus jamur-nya. Mudah-mudahan saya tidak dicap sebagai tamu yang rewel.

Steak Hotel
by Holycow
Jl. Radio Dalam 15
Jakarta Selatan

No comments:

Post a Comment